Di suatu desa wilayah Bangkalan, tersebutlah seorang pemuka agama islam yang bernama Sayyid Husen yang terkenal kekeramatannya atau dengan sang Kholiq. Beliau memiliki banyak pengikut, ini disebabkan karena ketenangan jiwa dan budi pekerti yang luhur sehingga memnuat beliau menjadi public figure atau orang yang pantas menjadi panutandalam menjalani kehidupan di muka bumi ini. Beliau selalu dihormati oleh pengikutnya dan penduduk sekitar tetapi bukan berarti tidak ada yang membencinya lantaran iri dengan ketinggian ilmu karomah yang dimiliki beliau.
Hingga pada suatu hari salah seorang penduduk yang iri terhadap apa yang dimiliki Sayyid Husen, berniat buruk untuk mencelakai dan menghancurkan kedudukan Sayyid Husen, sebagai Khalifah ditengah-tengah pendudukan desa. Orang itu mencoba merekayasa cerita dengan dasar fitnah, bahwa beliau (Sayyid Husen) bersama-sama pengikutnya telah menyusun rencana untuk melakukan pemberontakan dan ingin menggulingkan kekuasaan sang Raja. Alhasil cerita fiktif ini sampai juga ketelinga prajurit Kerajaan yang kebetulan tengah berpatroli didesa itu atas laporan langsung kembali menuju Kerajaan guna memberitahukan informasi tersebut secepatnya terhadap sang Raja.
Sepeninggal prajurit kerajaan, penduduk yang dengki itu tertawa gembira karena telah berhasil menyebarkan fitnah atas Sayyid Husen kepada pihak kerajaan dengan harapan agar kehormatan Sayyid Husen ditengah-tengah penduduk hancur seketika. Lain halnya dengan prajurit kerajaan yang membawa berita itu atas laporan si penduduk tadi, di tengah perjalanan kembalimenuju kerajaan si prajurit itu senantiasa bertanya dala hati :… benarkah laporan yang baru saja saya terima dari penduduk tadi itu..?
Dia seakan-akan tak percaya atas informasi dari penduduk tadi karena mungkin kewibawaan Sayyid Husen yang begitu tinggi dimasa itu, hingga laporan tadi terasa kontras dengan kepribadian Sayyid Husein yang sebenarnya. Namun apa hendak dikata “Nasi sudah menjadi bubur” karena kabar ini menyangkut keamanan Raja dan Kerajaan maka prajurit itu pun tidak menghindahkan kata hatinya yang memang benar adanya.
Setelah tiba di Kerajaaan prajurit itu menyampaikan laporan tersebut kepada prajurit penjaga gerbang istana yang kemudian dipersilahkan untuk masuk istana menghadap sang Raja guna menyampaikan informasi tersebut secara langsung kepada Raja. Mendengar kabar itu Raja kalang kabut dan tanpa pikir panjang mengutus Panglima Perang dengan beberapa pasukan untuk diluncurkan menuju kediaman Sayyid Husen saat itu juga. Sesampainya di kediaman Sayyid Husen, Panglima Perang memberikan komando kepada prajurit untuk turun dari kuda dan segera mengepung lokasi kediaman Sayyid Husen serta langsung menggerebeknya. Pada saat itu Sayyid Husen yang sedang beristirahat langsung dibunuh oleh prajurit-prajurit Kerajaan secara kejam dan tanpa pikir panjang dan lagi peerlakuan itu tanpa disertai dasar bukti yang kuat dan logis. Beliau yang tidak bersalah akhirnya wafat seketika itu juga dan konon jenazahnya dikebumikan di perkampungan tersebut.
Setelah menyelesaikan tugas yang diberikan Oleh Raja dengan sukses, rombongan prajurit Kerajaan itu pulang kembali menuju Kerajaan dengan hati yang gembira atas kesuksesannya. Begitu sampai di Kerajaan Panglima langsung menghadap Raja seraya melaporkan keberhasilan tugas yang terlaksana dengan baik. Mendengar itu Raja merasa lega dan kembali tenang di singgasananya. Selang beberapa hari dari wafatnya Sayyid Husen akibat dibunuh oleh Prajurit Kerajaan atas perintah Raja, Raja mendapat berita yang sungguh mengejutkan dan mengecewakan hatinya serta menyesali keputusannya yang sama sekali tidak didasari bukti-bukti yang kuat. Berita tadi mengabarkan bahwa sebenarnya Sayyid Husen tidak bersalah yang artinya beliau telah difitnah sampai menyebabkan kematian atas diri beliau. Raja yang telah salah sangka itu amat menyesali peristiwa tersebut. Oleh sebab itu Sayyid Husen diberi gelar oleh Raja Bangkalan sebagai rasa hormat kepada Sayyid Husen dengan julukan “BUJU’ BANYU SANGKAH” (Buyut Banyu Sangkah), dan tempat peristirahatan beliau terletak di Kawasan Tanjung Bumi Bangkalan.
Beliau wafat, meninggalkan dua orang putera, yang pertama bernama Abd. Mannan dann yang kedua bernama Abd. Rohman. Sejak itu keduanya sepakat untuk lari guna menyelamatkan diri. Si bungsu Abd. Rohman lari menuju Desa Bire (Kabupaten Bangkalan), beliau menetap hingga wafat disana, dan tempat terakhirnya itu terkenal dengan sebutan “BUJU’ BIRE” (Buyut Bire).
Sumber: Buku Riwayat Batu Ampar