Syekh Abd. Mannan "Sesepuh Batu Ampar"

Syekh Abd. Mannan, beliau lari dan menjauhkan diri dari wilayah kekuasaan Raja Bangkalan. Hari demi hari dilaluinya dengan sengsara dan penuh penderitaan, namun Beliau menerima semua itu dengan tabah dan sabar. Hingga akhirnya, sampailah beliau di sebuah hutan yang lebat di tengah perbukitan di wilayah Batu Ampar (Kabupaten Pamekasan).

Di hutan inilah beliau merasakan ketenangan dalam hatinya serta memasrahkan diri terhadap Allah SWT. dengan jalam bertapa/tirakat. Dalam melaksanakan hajatnya beliau memilih tempat di bawah pohon kesambi. Hari berganti minggu, bulan berganti tahun, tahun demi tahun berlalu sering bersama masuknya Mujahadah dengan Allah SWT. dan tanpa terasa zaman pun bergeser pula, ditandai dengan munculnya rumah-rumah penduduk meskipun masih jarang.

Alkisah, diantara rumah-rumah penduduk itu ada satu runah yang ditempati sepasang suami istri bersama dua orang anak putrinya. Mereka melakukan kegiatan sehari-hari sebagaimana mestinya kehidupan rumah tangga. Seperti halnya si sulung yang diberi tugas mencari kayu bakar di hutan, sedangkan memasak menjadi tugas yang lainnya, serta aktivitas lain yang memang sudah dibagi.

Suatu hari berangkatlah si sulung mencari kayu bakar di hutan yang tidak jauh dari rumahnya dengan membawa peralatan lengkap. Dia berangkat menuju hutan dengan memilih tempat yang belum pernah dicari kayu-kayunya, berhubung tempat yang biasa dia datangi sudah berkurang dan sedikit kayu bakarnya.

Ditengah perjalanan di dalam hutan, langkahnya berhenti oleh sebuah pohon kesambi yang menjulang tinggi dengan banyak ranting yang kering, sehingga muncul keinginan mengambil untuk dijadikan kayu bakar. Didekatinya pohon tersebut tanpa ragu-ragu, tapi alangkah terkejutnya dia ketika didapati seorang yang tua berbadan kurus kering duduk bersila dibawah pohon kesambi tersebut dengan tubuh hampir terlilit penuh dengan oleh akar pohon itu.

Dengan perasaan takut tak karuan gadis itu akhirnya lari meninggalkan orang tak dikenal tersebut dan mengurungkan niatnya mencari kayu bakar. Sesampai dirumah dengan bermandikan keringat dan nafas yang tersengal-sengal kaget dan heran melihat anak ketakutan, selain itu dia kembali begitu cepat tanpa membawa kayu bakar.

Dengan suara terbata-bata karena masih terbayang kejadian aneh tadi, diceritakan perihal yang orang tua tak dikenal tersebut dengan singkat. Mendengar cerita putrinya, sang ayah ingin tahu dan berniat menolong orang tersebut, maka seketika itu pula diajaklah sang anak untuk menunjukkan tempat kejadian itu dengan membawa peralatan pemotong kayu.

Begitu tiba ditempat yang dimaksud, sang ayah sama-sama terkejut melihat pemandangan aneh itu. Tanpa banyak pertimbangan sang ayah langsung menghampiri orang tua tersebut dan segera memotong semua akar yang melilit tubuhnya dengan cepat agar dapat bebas. Setelah semuanya selesai dibawalah orang tua tersebut menuju rumahnya, agar segera mendapatkan pertolongan.

Sesampainya dirumah direbahkanlah tubuh orang tua tersebut di atas balai kayu sederhana, sambil lalu sang ayah mencoba untuk berdialog, namun orang tua itu diam tak mampu untuk mengeluarkan kata-kata. Maka sang putrid dipanggil untuk segera menanak nasi yang kemudian setelah masak, uap nasi tadi digunakan untuk bantuan pernafasan.

Alhamdulillah, karena Allah Swt. akhirnya orang tua tersebut dapat berbicara dan kembali pulih meski tidak seberapa kuat. Baru setelah tiga hari di rawat, keadaan orang tua tersebut berangsur-angsur sehat dan normal berbicara. Dan sang ayahpun berusaha menanyakan identitas beliau tentang siapa nama beliau, asal-usul beliau, tujuan beliau, serta berapa lama beliau tinggal di hutan ini(bertapa).

Maka beliaupun menjawab, saya bernama Abd. Mannan, berasal dari Bangkalan, saya tidak mempunyai tujuan apa-apa dan saya lupa sudah berapa lama ada dihutan ini (bertapa). Namun saya masih ingat ketika saya sampai disini, waktu itu saya berusia 21 tahun dan sekarang sudah tua. mendengar cerita beliau sang ayah putri baru mengerti tentang identitas beliau dan dengan segala pertimbangan perhitungan tahun (yang tidak disebutkan dalam kisah ini), ayah sang putri menegaskan bahwa beliau bertapa dihutan ini tepatnya dibawah pohon kesambi selama kurang lebih 41 tahun, karena didukung fisik beliau (Syekh Abd. Mannan) yang sudah tampak tua.

Mereka berdua mengadakan percakapan selama tiga hari, bercerita tentang latar belakang masing-masing serta pengalaman masing-masing. Hingga pada suatu saat ayah sang putri sepakat untuk menjadikan Syekh Abd. Mannan sebagai menantunya. Beliau diberi kebebasan memilih salah seorang diantara kedua puterinya itu, untuk dijadikan pendamping hidup beliau guna menjaga kelanjutan keturunannya.

Syekh.Abd. Mannan memilih si sulung, meski dia menderita penyakit kulit, alasannya sungguh bijaksana, yakni karena puteri sulung itulah yang pertama kali menemukannya. Setelah selesai mengadakan musyawarah kecil, maka dilangsungkanlah pernikahan beliau, syekh Abd. Mannan dan sang putri yang menemukannya dengan acara yang sangat sederhana.

Hari demi hari setelah pernikahan dilalui sepasang insane itu dengan suka cita dan suasana damai nun tentram, sampai terasa disaat usia perkawinan mereka menginjak hari ke-41 terjadilah keajaiban yang luar biasa dan diluar logika pemikiran manusia. Saat itu juga sang istri yang mula menderita penyakit kulit tiba-tiba sembuh seketika, dan bukan hanya itu, kulitnya bertambah putih bersih ditambah paras muka semakin cantik sampai-sampai kecantikannya tersiar kemana-mana. Dan konon kabarnya diceritakan pula bahwa Raja Sumenep mengagumi dan tertarik akan kecantikan istri Syekh. Abd. Mannan.

Alhamdulillah setelah beberapa tahun beliau bersama sang isteri mengarungi bahtera kehidupan, akhirnya dikaruniahinya mereka berdua seorang putra bernama TAQIHUL MUQADDAM, setelah itu menyusul putera yang kedua bernama BASYANIYAH. Singkat cerita, akhirnya beliau wafat dengan meninggalkan dua orang putera. Jenazah beliau dikebumikan di BATU AMPAR dan terkenal dengan julukan BUJU' KOSAMBI, juga putera pertama beliau Taqihul Muqaddam saat wafat jenazahnya dikebumikan di dekat Pusara Ayahanda, Syekh Abd. Mannan.

Sumber : Buku Riwayat Batu Ampar

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama