Surga Tersembunyi itu Bernama Gili Iyang

[caption id="attachment_4611" align="aligncenter" width="553"]Foto: Slametux Foto: Slametux[/caption]

Awal Oktober, Plat-M mengadakan acara #LenjelenSumenep. Acara Len jelen ini adalah acara datang ke sebuah tempat kemudian kami akan menuliskannya di blog. Memberitahukan kepada semua orang bahwa Madura punya banyak pilihan wisata.

Tempat yang menjadi tujuan kami adalah wisata kepulauan Madura. Ya, Madura punya pulau-pulau kecil yang keindahan jarang dinikmati wisatawan. Plat-M akan melihat surga tersembunyi di ujung timur pulau Madura. Tujuannya adalah pulau Gili Iyang yang berada di Sumenep. Seperti apa kisah mereka?
Menurut Wahyu Alam:

Ditemani pemandangan indah sepanjang perjalanan, aku tiba di salah satu ujung pulau Madura, Dungkek namanya.

Sambil menunggu kapal pesanan, kami diajak bermain ke kepala desa Dungkek yang rumahnya tidak jauh dari pelabuhan. Dari informasi yang diberikan kepala desa Dungkek ini, kami dapat beberapa fakta menarik.

Menurutnya, warga Gili Iyang sendiri tidak tahu bahwa di pulaunya ini tersimpan keistimewaan alam yang tiada duanya. Mereka tidak merasa bahwa tempat yang mereka tinggali itu adalah pulau dengan kadar oksigen terbaik di dunia. Jelas ini adalah fakta unik menurutku. Selain itu, fakta uang juga membuat kita geleng-geleng kepala adalah di pulau itu tidak belum terdapat listrik dan hingga saat ini tidak ada satupun uang mengetahui dimana letak pasti tempat dengan kadar oksigen terbaik. Hanya Lapan yang mengetahui semuanya.

Bermodalkan dua fakta unik tadi, aku bersama teman-teman yang lain berangkat menuju pelabuhan Dungkek dan berangkat ke Gili Iyang.

Berada di atas kapal dengan ombal tinggi seperti ini mengingatkanku saat menyeberangi Lombok Gili Trawangan di NTB. Di sini perahu yang digunakan lebih besar berkapasitas sekita 25 orang. Selain itu, ombak di sepanjang membuat perahu yang kami tumpangi bergoyang ke kanan ke kiri. Tak pelak, hal ini membuat Slamet, kawanku, mabuk laut dan nyaris saja muntah. Sedangkan si Agung tak kuat menahan gempuran ombak yang bertubi-tubi, akhirnya di ambruk dan muntah di tengah laut.

Sesampainya di Gili, sepanjang mataku melihat, ngga ada yang spesial. Tidak ada ucapan selamat datang di wisata Gili Iyang. Hanya suara ayam dan kambing peliharaan warga yang terdengar. Persis seperti di desaku, desa Kebun.

Untuk berkeliling Gili ini tidak perlu berlama-lama. Kurang dari 2 jam kita sudah bisa mengitara pesisir pantai Gili Iyang. Disini tidak ada mobil, tetapi motor banyak dijumpai. Untuk mengangkut rombongan, kami menyewa dorkas dengan membayar 100 ribu sudah bisa berkeliling di Gili Iyang ini.

Gua Air menjadi tempat tujuan pertama. Gua ini sama seperti gua-gua yang lain. Tetapi di sini masih belum tersentuh apapun. Karena memang di Gili ini belum tersedia listrik. Jadi gua air ini masih gelap dan tanpa pencahayaan. Tetapi menurutku juga, semakin ke dalam, akan menjumpai misteri-misteri yang belum terungkap, tapi kami tidak berani berjalan terlalu dalam, karena gelap dan semakin ke dalam sepertinya stok oksigen semakin menipis, jadi akhirnya memutuskan untuk kembali ke atas dan melanjutkan perjalanan ke titik kadar oksiget tertinggi.

https://twitter.com/wahyualam/statuses/392431875475521536

Tidak jauh dari gua air, kami berhenti di area pemakaman. Ngga ada yang spesial di tempat ini. Aku hanya melihat pohon bambu dan tanah tertutup daun-daun yang berceceran di lantai. Aku mencoba menghirup udara tempat yang mempunyai kadar oksigen tertinggi, katanya. Ngga ada yang berbeda, mungkin aku yang flu. Aku mencoba menghirup lagi, sedikit lebih segar memang, tapi aku belum percaya. Ini masih lebih segar ketika kita berada di pegunungan. Lantas, apa yang membuat Lapan rela pergi ke tempat jauh ini untuk meneliti tempat ini. Memang, tidak ada yang tahu satupun, dimanakah letak titik oksigen yang sangat tinggi di Gili ini. Mungkin, ini bukan titik tertinggi. Hanya saja, bukti nyata terlihat ketika banyak sekali orang tua yang umurnya lebih dari 70 tahun masih sehat dan ikut beraktivitas berat, seperti mendorong kayu menggunakan gerobak. Pemandangan seperti ini banyak terlihat di sepanjang gili.

Hal terakhir yang aku nikmati dari Gili Iyang ini adalah pantainya. Pantai yang terletak di desa Banraas ini terdiri dari bebatuan. Batu karang terhampar di sepanjang bibir pantai, bahkan ada bukit karang yang menjulang ke laut mirip seperti Tanah Lot di Bali. Kondisi airnya masih bersih dan enak untuk dibuat renang. Aku memilih berenang dan menikmat pantai yang tak terjamah ini. Gila, ini keren sekali. Sayang tempatnya jauh, jadi tidak banyak orang yang tertarik mendatangi pantai ini.

Aku pikir perjalanan selesai. Saatnya kita pulang. Ternyata, ada kejutan saat perjalanan pulang. Kami disuguhkan pemandangan sunset yang dahsyat. Matahari meredup dari balik pulau Madura. Semakin menarik ketika menikmatinya dari atas perahu yang membawa kami pulang dari surga yang berada di ujung timur Madura.
Menurut Slametux:

Kami berangkat dari Pelabuhan Dungkek menuju ke Pulau Gili Iyang / Giliyang sekitar jam 12.00 WIB, beruntung ada kapal yang bisa membawa kami kesana. Perjalanan ditempuh kurang lebih sekitar 1jam, dalam perjalanan perasaan gak enak banget karena ombaknya yang lumayan tinggi membuat perahu seakan-akan mau berbalik.

Menuju ke Perahu

Menuju ke Perahu yang akan membawa kami ke Pulau Gili Iyang

Namun alhamdulillah hal itu tidak terjadi, salah satu teman kami menjadi korban keganasan dari ombak tersebut. Agung mabuk laut, dia sampai muntah-muntah diatas perahu. Sungguh kasihan melihat dia sengsara di atas perahu, mungkin kalau tidak cepat sampai ke daratan. Aku dan beberapa temanku paling akan bernasib sama dengan Agung, karena ada yang bilang kalo sudah tidak kuat lagi. Pada saat itu satu perahu diisi oleh sekitar 10 - 15 orang.

Suasana di dalam Perahu

Suasana di dalam Perahu

Pulau Gili Iyang


Setelah menempuh perjalanan laut dan terombang-ambing selama kurang lebih satu jam, akhirnya kami tiba di Pulau Gili Iyang atau Giliyang sekitar jam 13.00 WIB. Sungguh senang ketika bisa menginjakkan kaki di Pulau tersebut, rasa petualangankupun mulai tumbuh kembali. Dan semangat kembali powerfull, pokoknya pada saat itu yang ada dalam pikiran hanya berwisata di Pulau Gili Iyang / Giliyang. Tak ada kata lapar, adanya cuman haus.

Tiba di Pulau Gili Iyang

Tiba di Pulau Gili Iyang

Narsis dulu sebelum melanjutkan perjalanan

Narsis dulu sebelum melanjutkan perjalanan

Berjalan beberapa puluh meter menuju jalan beraspal (tapi tetap bebatuan semua isinya, karena jalannya sudah hancur), kami dijemput oleh yang namanya Odong-odong (kalo di Pulau Gili Iyang / Giliyang disebut Odong-odong, sedangkan di tempatku disebut Dorkas). Itu loh sepeda motor yang memiliki tiga roda (bukan bemo atau bajai).

Wisata ke Dalam Gua


Ada dua orang asli pulau sana yang menjadi Tour Guide kami selama berada di Pulau Gili Iyang / Giliyang. Tujuan pertama kami mennuju ke Gua, nama guanya sendiri lupa. hehe soalnya kurang jelas sih penjelasan dari Tour Guidenya selama berada di sana. Yang jelas nih gua di desa Bancamara. Gua ini memiliki sumber mata air tawar dari dalam tanah yang untuk mendapatkannya harus masuk ke dalam gua yang berjarak kurang lebih 150 meter.

Berada di pintu gua

Berada di pintu gua

Berada di dalam gua

Berada di dalam gua

Masuk lebih dalam

Masuk lebih dalam

Gak berani terlalu dalam

Gak berani terlalu dalam

Keterbatasan penglihatan menghalangi kami untuk masuk lebih dalam lagi, karena tidak ada penerangan samasekali di dalam gua. Akhirnya Raden berinisiatif untuk menggunakan Tab-nya agar bisa menerangi jalan kami ke dalam gua tersebut. Sebenarnya sih kalau ada obor atau lampu senter pasti bakalan lebih seru, namun lagi-lagi keterbatasan penerangan yang akhirnya membuat langkah kami harus terhenti dan kembali menuju jalan keluar.

Wisata ke Pusat Oksigen Tertinggi


Setelah lama menyusuri gua, dan perjalanan dilanjutkan ke sebuah tempat yang memang memiliki keunikan tersendiri. Apalagi kalo bukan pusat dari Oksigen tertinggi yang ada di Pulau Gili Iyang / Giliyang. Pulau tersebut memang dikenal dengan pulau yang memiliki kadar oksigen yang tertinggi di dunia.

Pusat oksigen kedua di Pulau Gili Iyang

Pusat oksigen kedua di Pulau Gili Iyang

Pusat oksigen tertinggi yang terletak di desa Bancamara ini, merupakan tempat yang kedua, karena pusat oksigen yang terbesar pertama ada di desa Banraas. Ya mau gimana lagi, pada saat berada di sana tidak diberitahukan oleh tour guide yang mengantarkan kami. Al-hasil hanya mengunjungi satu pusat saja.

Apa sih keunggulan dari Pusat Oksigen tersebut? Dan bagaimana rasanya ketika berada di sana? Jelas ya yang namanya oksigen tidak bisa langsung dirasakan keberadaannya pada saat itu, namun itu efeknya untuk jangka panjang. Salah satunya adalah penduduk di Pulau Gili Iyang / Giliyang rata-rata berumur 100 keatas ya (yang sepuh). Salah satunya saja di sana ada seorang kakek yang berumur hingga 125 tahun, itu kayaknya sudah rekor dunia ya.

Namun lucunya lagi, penduduk setempat belum menyadari hal itu. Ya mungkin karena di sana tempat tinggal mereka selama berpuluh-puluh tahun, jadi menurut mereka hal tersebut sudah biasa. Pada saat berada di sana, aku terkagum-kagum karena banyak sekali kakek-kakek dan nenek-nenek yang masih sehat, segar bugar, dan berjalan tuh masih fit banget.

Wisata ke Pantai Banraas


Perjalanan dilanjutkan ke sebuah pantai yang ada di desa Banraas, nama desa tersebut adalah pantai Banraas. Dari segi tempat ya, di sana pemandangannya sangat bagus. Mungkin bisa dikatakan sebagai tanah lotnya Madura, hehehe :) Pantainya masih asri banget, dan mungkin bisa dikatakan jarang banget orang yang mandi di pantai tersebut.

Foto bareng di Pantai Banraas

Foto bareng di Pantai Banraas

Salah satu tebing di Pantai Banraas yang tidak terlalu curam

Salah satu tebing di Pantai Banraas yang tidak terlalu curam

Merasakan sejuknya udara pantai

Merasakan sejuknya udara pantai

Dan uniknya lagi, di sana pernah ada ikan paus yang terdampar satu tahun yang lalu. Kok bisa tau? Karena ada fosil tulang dari ikan paus yang sangat besar. Serta penjelasan dari tour guide dan warga sekitar yang memberitahukan bahwasanya pernah ada paus yang terdampar setahun yang lalu.

Fosil ikan paus

Fosil ikan paus

Beberapa jam kemudian karena pihak dari perahu sudah menghubungi, maka kami semua harus segera bergegas dan kembali menuju ke dermaga / lebih ke pantai sih, yang ada di desa Bancarama. Odong-odongpun dipacu dengan kecepatan tinggi, ya meskipun jalannya rusak tapi nekad banget dah, serasa naik Jet Coster. hahaha :D

Sesampainya di bibir pantai, perahu yang akan kami tumpangi ternyata telah menunggu kami dengan sabarnya. Kami semua beranjak naik ke atas perahu, satu-persatu dari teman-teman blogger Madura dan Songennep Tempo Doeloe menuju ke tempat duduk masing-masing.

Menuju ke Perahu yang akan membawa kami kembali pulang

Menuju ke Perahu yang akan membawa kami kembali pulang

Naik ke atas perahu menggunakan tangga

Naik ke atas perahu menggunakan tangga

Perjalanan pulang lebih menyenangkan daripada perjalanan ketika berangkat, mungkin karena faktor ombak juga yang tidak sebesar pada saat berangkat. Jadi perjalanan pulang lebih menikmati suasana dan pemandangan matahari terbenam dari atas perahu. Sungguh indahnya pemandangan dikala sore itu.

Keindahan matahari terbenan dari Pulau Gili Iyang

Keindahan matahari terbenan dari Pulau Gili Iyang

Berada di atas Perahu, perjalanan pulang

Berada di atas Perahu, perjalanan pulang

Menikmati hembusan angin dan deburan ombak, serta pemandangan indah sore hari

Menikmati hembusan angin dan deburan ombak, serta pemandangan indah sore hari

Sesampainya di Pelabuhan Dungkek, kami mengambil motor masing-masing. Dengan membayar sejumlah uang kepada penjaga parkir disana, untuk 5 sepeda motor dihargai Rp. 40.ooo,- coba kita tidak menawar, pasti bapaknya tetap ngotot di harga Rp. 50.000,-

Perjalanan dari pelabuhan Dungkek menuju ke rumah Agung, sekitar 45 menit. Sampai di tempat kami menginap, kami langsung bersih-bersih diri dan tentunya shalat plus makan donk. Baru setelah semuanya selelai kami semua beristirahat dengan tenang. Eh maksudku istirahatnya tuh gak ada yang mengganggu, begitu. hehehe :D

 

INFO dan TIPS:

  • Untuk biaya sewa 1 perahu adalah Rp. 350.000,- itu PP (Pulang Pergi), itupun kalau harga tidak naik. Yang paling penting adalah pintar dalam melakukan tawar menawar harga.

  • Untuk biaya sewa odong-odong atau dorkas adalah Rp. 100.000,- (Berkeliling Pulau), harga ini juga kalau tidak mengalami kenaikan.

  • Tanyakan tempat-tempat yang sudah SlameTux rekomendasikan, dan jangan lupa minta diantar ke Pusat Oksigen yang di desa Banraas dan Bancamara.

  • Ketika parkir motor di Pelabuhan Dungkek, pada saat mengambil mending tawar menawar harga.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama