Siapa bilang tanah Madura itu gersang?
Hahah, emang gersang... tapi eksotis.
Ya, Madura itu eksotis. Banyak sekali hal-hal unik dan menakjubkan yang belum tersorot dengan benar dari Madura. Kebudayaan, Sejarah, Alam serta Baharinya, tak kalah dengan wilayah Indonesia lainnya. Siapa sangka, di Madura terdapat pulau dengan kadar oksigen tertinggi kedua di dunia. Pulau dengan lautan biru kala mata memandang. Pulau yang sebagian besar tersusun dari batuan dan karang.
Giliyang, Sumenep.
[caption id="attachment_4611" align="aligncenter" width="922"] Foto: Slametux[/caption]
Mendapatkan kesempatan untuk mengeksplor lebih dalam lagi tentang Pulau Giliyang, Plat-M mengajak beberapa blogger Jatim untuk ikut serta. Dipandu langsung oleh Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda Dan Olahraga Kabupaten Sumenep, rombongan berangkat menuju pelabuhan Dungkek, Sumenep. Perjalanan dilanjutkan dengan perahu kurang lebih sekitar 45 menit. Bersama deburan ombak pagi yang tiada henti menggoyangkan perahu kami, sampailah kita di Pulau batuan surga, Giliyang.
[caption id="attachment_5810" align="aligncenter" width="1000"] Giliyang, Sumenep[/caption]
Batu Sponge
[caption id="attachment_5811" align="aligncenter" width="563"] Jalan menuju spot Batu Spoge, Giliyang[/caption]
Sempat terdiam sejenak, tak percaya kita berada di pulau Madura. Disambut dengan tatanan jalan yang memukau, serta udara sejuk meskipun matahari bersinar terik. Batu Sponge ini merupakan salah satu spot dimana kadar oksigen tertinggi kedua di dunia terdeteksi. Nama Batu Sponge sendiri tercipta dikarenakan batuan disini memiliki banyak rongga. Jika dilihat secara seksama sih, lebih mirip sarang semut raksasa.
[caption id="attachment_5809" align="alignnone" width="1000"] Batu Sponge, Giliyang[/caption]
Dari atas batuan ini, kita bisa menikmati pemandangan lautan biru Madura. Sembari bersantai menikmati semilir angin sejuk yang mungkin hanya akan kita rasakan di Giliyang.
[caption id="attachment_5814" align="aligncenter" width="1000"] Puncak dari Batu Sponge, Giliyang[/caption]
Pantai Ropet
[caption id="attachment_5813" align="aligncenter" width="1000"] Pantai Ropet, Giliyang[/caption]
Pantai ini sebenarnya merupakan tebing batuan karang eksotis, terbentuk secara alami oleh kikisan ombak. Airnya yang jernih, membuat kita bisa melihat karang-karang hidup beserta ikan-ikan kecil menari mengelilinginya. Seakan-akan mereka mengajak kita berenang bersama. Rasanya agak berdosa jika kita mengabaikan ajakan mereka.
[caption id="attachment_5812" align="aligncenter" width="1000"] Karang di Pantai Ropet, Giliyang[/caption]
Gua Mahakarya
[caption id="attachment_5819" align="aligncenter" width="1000"] Gua Mahakarya, Giliyang[/caption]
Gua ini ditemukan pada tahun 2014 oleh warga sekitar. Awalnya gua ini bernama Gua Celeng, karena sempat dijadikan tempat persembunyian babi hutan. Nama Mahakarya sendiri adalah nama yang diberikan warga sekitar, setelah gua tersebut ditinggalkan sang Celeng (baca: babi hutan). Keindahan batu stalaktit dan stalakmitnya yang masih hidup, membuat kita terkagum-kagum ketika sebagian dinding gua berkelap-kelip terkena cahaya. Ukuran gua yang lumayan panjang dan masih alami, memberikan sensasi petualangan yang lebih menantang. Dipandu langsung oleh warga sekitar yang sangat ramah dan akan memberikan penjelasan setiap bagian dari gua.
[caption id="attachment_5820" align="alignnone" width="1836"] Dinding Gua Mahakarya, Giliyang[/caption]
[caption id="attachment_5821" align="aligncenter" width="563"] Spot foto Gua Mahakarya, Giliyang[/caption]
Batu Cangghe
[caption id="attachment_5806" align="aligncenter" width="1000"] Batu Cangghe, Giliyang[/caption]
“Subhanallah, indah banget”. Sudah tak terhitung berapa kali kita mengucapkan kalimat tersebut ketika tiba di spot ini. Untuk mencapai spot ini kita harus berjalan kaki lumayan jauh. Namun semua rasa penat dan lelah terbayar lunas ketika disambut pemandangan seperti berikut.
[caption id="attachment_5807" align="aligncenter" width="563"] Tangga menuju Batu Cangghe, Giliyang[/caption]
Nama Batu Cangghe sendiri tercipta karena adanya batu yang berbentuk seperti tiang penyangga langit-langit. Menciptakan tebing extream yang terbentuk alami, menyerupai sebuah kardu santai yang tercipta dari bebatuan. Lautan biru yang terhampar di depannya, memberikan suasana tenang nan damai. Nggak berlebihan lah, kalau tempat ini diberi tagline “sekali nyampek, nggak mau pulang”. Awesome...
[caption id="attachment_5808" align="aligncenter" width="1000"] Batu Cangghe, Giliyang Sumenep[/caption]
Bagaimana? Tertarik untuk mengunjungi Pulau Giliyang, Madura?
Untuk menuju ke Pulau Giliyang, kita bisa menuju ke pelabuhan Dungkek dengan angkutan umum kota. Dilanjutkan dengan perahu angkutan reguler yang hanya beroperasi pada jam tertentu (pukul 11.00 siang berangkat dari pelabuhan Dungkek - pukul 14.00 siang berangkat dari Giliyang). Tarif perahu sebesar Rp. 10.000,- s/d Rp. 20.000,- per orang atau Rp. 500.000,- untuk tarif carter. Sesampainya di pulau Giliyang, terdapat penyewaan kendaraan untuk berkeliling pulau dengan tarif Rp. 35.000,- (roda 2) dan Rp. 100.000,- (roda 3). Di pulau tersebut juga sudah tersedia Homestay bagi yang ingin menginap. (Sumber : pamflet pariwisata Sumenep)