Keikhlasan itu akan terpancar | Karomah Syaikhona Kholil

Semua orang binasa kecuali yang berilmu. Semua yang berilmu binasa kecuali yang beramal. Semua yang beramal binasa kecuali yang ikhlas- Imam Al Ghazali

IKHLASIkhlas, sebuah pencapaian rasa yang mudah sekali diucapkan tapi snagat sulit diimplementasikan dalam kehidupan. Ikhlas, rasa tulus tampa pamrih dan semata-mata merupakan bentuk tawakkal kita kepada Allah. "Keikhlasan adalah sebuah pengabdian, Pamer adalah keterasingan", begitu menurut catatan dalam buku Biografi dan Karomah Kiai Kholil Bangkalan. Tak ada tempat pamer dalam kebenaran. Dan kisah tentang nilai keikhlasan yang dituturkan oleh KH. Mahfuzh Ilyas, Sumenep kepada penulis buku Biografi dan Karomah Kiai Kholil Bangkalan, setidaknya mampu memberikan kita hikmah, bahwasanya ikhlas itu adalah aspek dasar hidup tentram di dunia fana ini.

Kisah ini terjadi di pinggiran kota Bangkalan. Hidup sepasang suami istri yang cukup bahagia. Dan suatu pagi sang suami berkata kepada istrinya dengan tatapan sayang bahwa ia ingin sekali sowan ke Kiai Kholil. Sang istri menyambut dengan baik dan berkata, "itu bagus sekali pak, tetapi apa yang akan kita bawa sebagai oleh-oleh kepada kiai Kholil, kita tidak mempunyai apa-apa kecuali sebuah bentul". *Bentul adalah makanan yang sangat sederhana, sejenis talas yang masih tergolong ubi-ubian.

"Tidak apa-apa, bentul itu saja yang kita bawa. Asalkan kita ikhlas, InsyaAllah akan diterima,"tegas sang suami meyakinkan istrinya. Dan maka berangkatlah mereka berdua ke Kiai Kholil. Dengan berbekal tawakkaldan sebuah bentul, mereka yakin akan diterima dengan baik oleh Kiai Kholil.

Sesampainya di kediaman Kiai Kholil, ternyata kedatangan mereka sudah ditunggu, mereka disambut dengan hangat. "Kiai, saya tidak membawa apa-apa, hanya bentul ini yang bisa kami haturkan untuk Kiai,"ucap sang suami sedikit malu.

"Wah, kebetulan, saya memang ingin makan bentul,"jawab Kiai menghibur.

Kemudian Kiai memanggil beberapa santri dan menyuruhnya untuk merebus bentul yang baru saja diterima beliau. Tak lama setelah itu, santri datnag membawa bentul yang sudha direbus. Kiai kelihatan sangat senang dan suka terhadap bentul itu, lalu dimakannya sampai habis.

Suami-istri yang sowan ke Kiai Kholil itu merasa senang, sebab apa yang dikhawatirkan selama ini menjadi kegembiraan. Dan beberapa hari kemudian, suami-istri tersebut ingin sowan kembali ke Kiai Kholil. Masih segar diingatan mereka akan kesukaan Kiai Kholil. Kali ini, tidak seperti dahulu. Mereka membawa oleh-oleh bentul sebanyak-banyaknya dengan harapan kiai akan sangat senang menerimanya.

Maka berangkatlah mereka berdua ke ulama kharismatik tersebut. Ternyata tidak seperti yang mereka duga. Mereka disambut dingin oleh Kiai, begitu juga dengan oleh-oleh yang banyak itu. Kiai Kholil tidak menerima oleh-olehnya dan disuruh membawa pulang kembali.

Pada saat mereka pulang, barulah mereka sadar. Setelah diingat-ingat, oleh-ohe bentul yang pertama diniatkan semata-mata karena keikhlasan dan tawakkal kepada Allah, sedangkan sowan yang kedua tidak dilandaskan oleh rasa ikhlas tapi hanya rasa pamrih. Mereka meyakini atas kekuatannya sendiri dan merasa dirinya mampu membawa oleh-oleh kepada Kiai. Dan itu sangat tidak sidukai Kiai Kholil.

Dari kisah tersebut kita tentu dapat mengambil hikmahnya. Ikhlas, saya rasa ini adalah kunci rasa tenang dalam jiwa. Dan seperti tutur Sang Qutb Ilmu Imam Ghazali? yang saya tulis diatas. Semua akan binasa kecuali ikhlas.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama