Turunnya 12 Bidadari di Sumber Kecceng

[caption id="attachment_5359" align="aligncenter" width="576"]bercerita di atas batu Sumber Kecceng[/caption]

Di sebuah rumah loteng tinggal lah seorang remaja yang bernama Kaleter. Dia hidup sebatang kara. Tidak punya orang tua dan sanak keluarga. Salah satu kegemarannya adalah duduk menyendiri di sebuah sumber air yang bernama sumber Kecceng.

Hingga suatu malam dia mendengar suara dari sumber Kecceng. Setelah Keleter mendekat, ternyata ada orang yang mandi di sumber. Tetapi yang mandi kali ini bukanlah penduduk kampung seperti biasanya. Melainkan adalah bidadari dari khayangan.

Keleter seperti bermimpi seolah-olah dalam khayangan. Karena baru kali ini ia melihat bidadari. Terkagum hatinya Keleter. Karena bidadari yang mandi sangatlah cantik-cantik dan jumlahnya sedikit. Bidadari yang bemandi berjumlah dua belas. Wajah dan tubuhnya sangatlah mirip antara bidadari yang satu dengan yang lainnya. Dan keduabelas bidadari itu semuanya mempunyai sayap. Keleter terus mengintip di balik semak belukar di dekat sumber. Setelah cukup lama mandi, para bidadari itu kembali mengambil sayapnya dan terbang menuju khayangan. Keleter terkagum-kagum melihatnya.

Setelah pulang dari sumber Keleter tidak bisa tidur memikirkan apa yang dia alami saat itu. Keleter pun termenung di rumahnya memikirkan bagaimana caranya supaya bisa mendapatkan salah satu dari bidadari itu.

Beberapa hari kemudian, Keleter bermimpi didatangi seorang kakek tua. Dalam mimpinya, kakek tua itu berkata,

“Kaleter, kamu harus berpuasa selama empat puluh hari siang dan malam tidak boleh makan dan minum. Kalau kamu bisa melewati ujian itu, kamu akan mudah mengambil salah satu sayap bidadari yang kamu suka. Keleter pun terbangun dari mimpinya dan segera melaksanakan apa yang diperintahkan sang kakek.”

Singkat cerita, setelah Kaleter selesai berpuasa empat puluh hari empat puluh malam, Ia kembali turun ke sumber Kacceng ketika tengah malam. Kaleter kembali masuk ke semak belukar menunggu kedatangan 12 bidadari. Setelah cukup lama menunggu, datanglah dua belas bidadari itu dari atas khayangan. Setelah sampai di sumber, dibukalah sayap mereka dan mereka semua mandi sambil bersenda gurau dengan saudara mereka.

Saat itulah Kaleter keluar dari tempat persembunyiannya dan tidak menyia-nyiakan kesempatan. Diambillah salah satu sayap dari keduabelas bidadari itu. Setelah cukup lama mandi, salah seorang bidadari mengajak adik-adiknya untuk segera terbang ke khayangan. Karena sudah hanpir pagi, mereka takut ketahuan orang-orang kampung. Setelah selesai mandi dipakailah kembali sayap mereka satu persatu. Salah satu diantara mereka mencari sayapnya yang belum ditemukan. Setelah lama mereka mencari sayapnya yang belum ditemukan.

Setelah lama mencari dan belum ditemukan juga akhirnya ditinggallah bidadari ini sendirian. Sebelas bidadari kembali terbang karena takut ketahuan penduduk kampung karena waktu sudah hampir pagi. Bidadari yang kehilangan sayapnya menangis sendirian di pinggir sumber Kecceng karena tidak bisa kembali ke khayangan, kemudian Kaleter menghampiri Bidadari itu dan merayu serta mengajak pulang ke rumahnya. Singkat cerita sang Bidadari yang cantik itu mau dan akhirnya dijadikan istri oleh Kaleter.

Dalam kehidupan sehari-hari sang Bidadari hidup layaknya perempuan kampung pada umumnya. Mereka hidup rukun namun tetap ada keanehan pada rumah tangga Kaleter. Ketika masak di dapur sang Bidadari melarang Kaleter untuk membuka penutup nasinya. Hal inilah yang menjadi pertanyaan besar dalam hati Kaleter. Kenapa kok setiap memasak selalu berkata seperti itu, dan anehnya lagi setiap hari Kaleter makan nasi putih bersama Bidadari.

Padahal waktu itu penduduk kampung makan nasi putih tidak setiap hari karena sangatlah sulit berat saat itu. Cuma di hari tertentu saja seperti hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Namun Kaleter setiap hari makan nasi putih, dengan keanehan itu Kaleter akhirnya membuka kodungga polok (penutup panci) saat bidadari memasak. Kebetulan saat itu Bidadari tidak ada di rumah Bidadari pergi ke sumber untuk mengambil air.

Alangkah terkejutnya Kaleter saat itu karena padi sebulir (setangkai) yang diberikan kepada Bidadari bertahun-tahun lamanya masih tetap ada di polok (panci). Tidak berkurang sedikitpun, namun setelah Kaleter membuka akhirnya pada sebulir (setangkai) habis dimakan.

Bidadari mengetahui apa yang dilakukan Kaleter, akhirnya mereka bertengkar dan Bidadari meminta sayapnya kembali. Bidadari berkata pada Kaleter seandainya tidak dibuka tutup panci maka keturunannya dan orang-orang kampung akan barokah kehidupannya. Kaleter mengambil dari Durung (tempat penyimpanan jagung) dan dipasanglah sayap itu. Karena Bidadari sangat cinta pada Kaleter maka Kaleter digendonglah ke istana Khayangan. Tempat tinggal ratu dan saudara bidadari yang lain.

Sesampai di Khayangan, Bidadari disambut oleh Ratu dan saudara mereka yang sudah lama berpisah saat kejadian itu. Dan Sang Bidadari memperkenalkan Kaleter sebagai suaminya. Namun sang Ratu Bidadari tidak langsung menerima kehadiran Kaleter.

Ratu Bidadari menguji Kaleter dengan disuruh menebak istrinya. Kalau salah, maka Kaleter akan dikembalikan ke bumi. Kalau tebakannya benar maka Kaleter akan tetap di Khayangan. Kaleter bingung saat itu, memikirkan tantangan sang ratu.

Karena Kaleter begitu mencintai Bidadari, setelah lama melamun di taman istana, tibatiba datang seekor seset (capung) yang terbang dan bisa berbciara. Kamu tidak usah bingung Kaleter aku akan membantumu untuk menebak istrimu. Nanti aku hinggapi berarti dialah istri kamu. Mendengarkan tawaran dari seset, Kaleter sangat senang sekali dan mengucapkan terima kasih kepadanya.

Keesokan harinya, berkumpulah keduabelas bidadari di istana dan baju serta dandanan mereka sama. Kaleter bingung untuk memilihnya, sang ratu mempersilahkan Kaleter untuk memilihnya. Kaleter bingung. Tiba-tiba seset menepati janjinya. Ia hingga pada dua belas bidadari dan yang terakhir adalah istri yang sebenarnya. Akhirnya dengan bantuan seset tebakan Kaleter tepat dan sampai sekarang Kaleter hidup bahagia di sana.

Ditulis Oleh: Andilala, S.Pd. SD
Narasumber: K. Mosadek, Ny. Mehma dan penduduk desa Sema’an

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama