Bahasa Madura di Perantauan ; Sebagai Identitas dan Perekat Persaudaraan

[caption id="attachment_5703" align="aligncenter" width="300"]Bahasa Madura (Gambar : http://sofyandiary.blogspot.com) Bahasa Madura (Gambar : Kang Sofyan)[/caption]

Bahasa merupakan komponen vital dalam berkomunikasi, sebagai bagian bangsa Indonesia yang kaya akan keragaman suku maka keragaman bahasa juga tidak terelakkan, setiap kita mempunyai bahasa ibu dan bahasa sekunder untuk berkomunikasi.


Hampir seluruh suku di Indonesia menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu, seperti saya misalnya yang lahir dan besar di Madura sudah barang tentu bahasa Madura berperan besar dalam komunikasi setiap hari.


Meskipun ada kalanya saya harus menggunakan bahasa sekunder ataupun bahasa daerah lain untuk berkomunikasi dengan sebagian orang ketika berada diluar tanah kelahiran, sudah hampir satu tahun saya merantau, meskipun sebenarnya tidak terlalu jauh namun karena sudah keluar dari Madura maka secara otomatis saya harus menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa daerah dimana saya berdomisili saat ini, yaitu bahasa jawa.


Beberapa bulan di perantauan saya sangat jarang berkomunikasi menggunakan bahasa Madura, sesekali menggunakan bahasa Madura hanya ketika telponan dengan keluarga atau teman di Madura, selain karena memang tidak ada rekan satu kelas yang satu daerah, saya juga belum menemui orang Madura yang saya kenal di Semarang ini.


Setelah hampir satu tahun di perantauan saya mengenal beberapa orang Madura yang ada di Semarang ini, mulai dari mahasiswa dari prodi lain yang asli Madura, penjual sate tempat saya dan teman-teman biasa makan.


Oleh teman-teman Kerap kali saya disuruh ngobrol menggunakan bahasa Madura dengan penjual sate hanya sekedar untuk menguji bahwa sate yang ia jual asli dari Madura, tepat seminggu lalu saya kenal dengan penjual es balok, berawal dari saya mendengar dia menelpon menggunakan bahasa Madura, saya menegurnya “Madureh kak?” dan dari situ kita kenal dan mengobrol.


Sebenarnya dia asli jember tapi istrinya orang Madura, dan dia bisa berbahasa Madura, karena lapak tempat dia jualan bersebelahan dengan kucingan (Baca Warung Kopi) tempat biasa saya nongkrong maka sangat sering kami bertegur sapa, tentu menggunakan bahasa Madura.


Karena sering bertemu maka saya sering ngobrol dengan penjual es balok ini, bahkan sampai ngopi bareng satu meja beberapa kali dia memaksa membayarkan kopi saya, bahkan dia menyuruh saya untuk tidak segan-segan untuk minta bantuan jika saya menghadapi kesulitan. dari sini saya belajar bahwa ikatan persaudaraan sebagai sesama orang Madura di perantauan lebih mudah terbentuk dan sebagai perekatnya adalah bahasa Madura.


Ada kebanggan tersendiri ngobrol menggunakan bahasa Madura di perantauan, tidak ada rasa akan di cap kampungan atau udik, bahkan kerap kali ketika saya ngobrol menggunakan bahasa Madura di depan teman-teman saya yang notabene dari beberapa daerah di Indonesia mereka bilang saya ngobrol menggunakan bahasa korea, karena mereka tidak mengerti sama sekali, berbeda dengan bahasa daerah lain yang serapan bahasa Indonesia, logat dan cengkoknya masih bisa dicerna secara bahasa.


Meskipun diprediksi beberapa bahasa daerah akan punah termasuk bahasa Madura kita dapat mencegah atau sekedar mengulur waktu kepunahan dengan tetap bangga menggunakan bahasa ibu kita, bukan hanya sebatas sebagai alat komunikasi, tapi juga sebagai identitas bahwa inilah kita, Madura.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama