“Jangan sekali –kali melupakan sejarah, ujar Bung Karno.
Bagi manusia pemuja kapitalisme, tidak mudah untuk memahami dan mengerti mengapa kita harus mengingat sejarah, terutama sejarah orang –orang yang memerdekakan diri dari penjajah? Tetapi ketika kita mengunjungi museum yang mendokumentasikan sejarah–sejarah kehidupan orang–orang terdahulu. Kita akan mengerti betapa berat tanggung jawab dan pengorbanan untuk memerdekakan dan mempertahankan kemerdekaan, walaupun harus nyawa yang menjadi taruhan.
Bagi anak pribumi, Sejarah pun akan menjadi semangat yang menyala –nyala di dalam diri mereka ketika diperlihatkan yang memuat dokumentasi perjuangan bangsa ini meraih kemerdekaan dengan penuh tumpah darah. Penulis mendapatkan kesempatan berkunjung ke Museum Brawijaya. Kesempatan itu datang ketika menghadiri seminar dan talk show budaya dan blogging obrolan merah mudah yang merupakan HUT Blogger Ngalam.
Di museum Brawijaya, penulis seolah diajak menyelami peristiwa masa lalu dengan penuh emosianal, puing –puing reruntuhan rumah akibat penjajahan dan pemberontakan. Di museum itu, terdapat dokumentasi peran pasukan Garuda III ketika dalam penugasan PPB di Kongo, Afrika 1962. Juga terdapat pemberontakan Permesta tahun 1958 yang dilakukan oleh Kahar Mudzakkar di Sulawesi Selatan maupun pemberontakan andi sele cs. Tahun 1964.
Beragam senjata dalam aksi militer membela bangsa ini masih tersimpan walaupun hanya berupa dokumentasi agar menjadi saksi bahwa bangsa ini membutuhkan banyak pengorbanan demi kemerdekaan bangsa ini. Penulis menyempatkan menulis pesan dari Jenderal Soedirman di salah satu dingding, inilah pesan itu “jangan bimbang menghadapi bermacam –macam penderitaan, karena makin dekat cita – cita kita tercapai, makin berat penderitaan yang harus kita alami”
Melupakan sejarah berarti melupakan jerih payah dan pengorbanan pejuang bangsa ini yang bertahun –tahun berperang demi suatu keadilan.
Pesan lainnya adalah:
“Kemewahan adalah permulaan dari keruntuhan. Kesenangan melupakan tujuan. Iri hati merusak perdamaian. Keangkaramurkaan menghilangkan kejujuran”.