Pemimpin Tak Harus Debat Sengit

sejarah_maduraPemilihan bupati di salah satu Kabupaten di Madura tampaknya sudah cukup memenuhi berita akhir-akhir ini baik di media informasi cetak, tv maupun di mesia sosial. Dan apapun itu tanggapannya, baik positif maupun negatif, ya inilah demokrasi. Perbedaan pendapat, perbedaan keyakinan, perbedaan itu pasti ada. Dan inilah Indonesia, kalau tidak ada yang berbeda, bukan Indonesia namanya :)

Nah, tentang perbedaan pendapat, debat dan keyakinan mengingatkan saya tentang kisah, karomah Ulama Besar yang menjadi guru atau Kiai dari hampir seluruh Kiai besar di Jawa. Beliaulah Syaikhona Kholil.

Karomah ini terjadi ketika Kiai Kholil berada di Makkah. Pada suatu hari para ulama Makkah berkumpul dalam satu majelis di Masjidil Haram. Berbagai masalah diinventarisir dan dibahas sesuai ketentuan hukum Islam. Satu demi satu permasalahan diselesaikan dengan baik tentunya. Tidak ada masalah yang sulit untuk dipecahkan.

Masalah yang cukup sulit dipecahkan baru muncul ketika sampai pada pembahasan hukum kepiting dan rajungan. Silang pendapat tidak dapat dihindari. Perdebatan menjadi berlarut-larut. Tampaknya kesulitan memutuskan kepiting dan rajungan dikarenakan kesulitannya mendapatkan informasi. Sumber informasi yang diambil selama ini hanya melalui kitab-kitab dihadapan mereka. Selain itu sangat sulit membedakan antara rajungan dan kepiting dilihat dengan mata telanjang. Hanya orang yang cukup jeli dan ahli tentang kedua binatang itu yang bisa membedakan secara tepat.

Debat sengit terjadi masing-masing ulama mempertahankan kenyakinannya. Sangat dimaklumi, referensi pengambilan informasi hanya berpedoman pada gambar belaka. Jadi informasi tentang dua binatang tersebut sangat terbatas. Dan dengan penuh keraguan, keputusan ditetapkan.

Disatu pihak, ulama memutuskan baik kepiting maupun rajungan halal. Mereka beralasan kedua binatang itu sejenis. Dipihak lain, ulama berpendapat bahwa rajungan hukumnya halal sedang kepiting hukumnya haram. Persoalan ini akhirnya berlarut-larut tidak tercapai kesempatan hukum.

Pada waktu itu Kiai Kholil berada di tengah-tengah para peserta diskusi, Syaikhona duduk mendengarkan dengan tekun sambil berkali-kali tersenyum melihat silang pendapat diantara mereka. Melihat jalan buntu permasalahan yang ada, Kiai Kholil akhirnya dan secara tiba-tiba memecah kesunyian.

Saudara sekalian yang terhormat, bolehkah saya berbicara mengenai persoalan kepiting dan rajungan disebabkan saudara sekalian belum melihat secara pasti wujud kepiting dan rajungan, ujar Syaikhona memulai pembicaraan. Semua ulama yang hadir pada waktu itu manggut-manggut sebagai pertanda membenarkan penjelasannya.

Saudara sekalian wujud kepiting seperti ini, ujar Kiai Kholil sambil memegang kepiting yang masih basah.Adapun rajungan wujudnya seperti ini,lanjut Kiai Kholil sambil memegang rajungan yang masih basah seakan baru mengambil dari laut.

Semua yang hadir dalam perdebatan sengit tersebut terpana. Suasana diskusi tiba-tiba gaduh menyaksikan kejadian aneh tersebut. Baru sekali ini mereka melihat wujud asli kepiting dan rajungan secara nyata. Ulama perserta diskusi merasa kagum dan heran. Sambil geleng-geleng kepala, mereka tidak habis pikir, darimana Kiai Kholil mendapatkan kepiting dan rajungan basah dalam waktu sekejab.

Akhirnya, pada hari itu juga permasalahan kepiting dan rajungan selesai. Majelis memutuskan hukum memakan kepiting haram, sedang hukum memakan rajungan halal.  Sejak saat itu Kiai Kholil menjadi terkenal dan disegni ulama Masjidil Haram.

Dari kisah tersebut kita bisa mengambil beberapa hikmah. Tentang sebuah keyakinan akan sesuatu hal, perdebatan hanya akan menunjukkan bahwa kurangnya wawasan kita, kurangnya pemahaman kita. Dan perdebatan tak akan bisa menyelesaikan permasalahan jika tak ada sosok pemimpin yang secara nyata menunjukkan yang benar dengan contoh atau bukti yang nyata.

Semoga Kabupaten Bangkalan menemukan sosok pemimpin yang mampu menyelesaikan masalah tak hanya melalui perdebatan, tapi melalui tindakan nyata dengan bukti dan pertanggung jawaban yang nyata juga :)

 

Sumber : KH.Mahfuzh Ilyas, Sumenep. Dalam buku Biografi dan Karomah Kiai Kholil Bangkalan

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama