Beginilah Cara Orang Madura Membangun Rumah

Rumah bagi orang Madura tidak hanya sekadar sebuah tempat berlindungnya tubuh dari sinar matahari dan hujan. Ia memiliki makna yang sangat kompleks karena berkaitan erat dengan masalah ekonomi, kesehatan, ketentraman hidup, dan sebagainya.

Keterkaitan itu terkadang timbul dengan cara yang tak bisa dinalar oleh akal manusia, semacam keyakinan atas mitos-mitos pada zaman dahulu. Karena itu, jika akan membuat rumah, orang Madura tidak hanya sekadar mempertimbangkan hal-hal fisik semacam material bangunan. Jauh di luar itu, mereka juga punya hitung-hitungan ?mistis? yang diyakini akan memiliki dampak kepada rumah yang dibangun nantinya.

Hitung-hitungan tersebut dalam istilah lain disebut primbon. Ia digunakan bahkan ketika awal-awal orang akan membangun sebuah rumah. Ada tipe-tipe tanah tertentu yang tidak bisa dibangun rumah di atasnya. 

Jika terpaksa dibangun, ada beberapa akibat yang akan didapat oleh penghuninya kelak, misalnya menderita gila, sakit kambuhan, suka bertengkar, rezeki seret, dll. Karena itu, pertimbangan mengenai kontur, topografi tanah, dan lainnya merupakan hal awal yang mereka perhatikan. Biasanya, mereka akan datang kepada seseorang yang paham terhadap hitung-hitungan tersebut.

Lepas dari masalah pekarangan belumlah selesai soal primbon ini. Saat sebuah rumah sedang dibangun, para tukang yang mengerjakannya harus hati-hati, terutama arsiteknya (jika menggunakan jasa arsitek. Di pelosok Madura jarang menggunakan arsitek, kecuali untuk bangunan-bangunan besar semacam sekolah). Mereka tak boleh asal membuat sebuah desain rumah, harus berdasarkan primbon tadi.

Menurut primbon tersebut, salah satu hal yang harus dihindari dalam membangun rumah adalah membuat dua atau tiga pintu dengan posisi yang saling berhadap-hadapan alias lurus. Hal itu diyakini akan membuat penghuninya sakit-sakitan. 

Hal yang sama juga diakibatkan oleh lurusnya sambungan kayu penutup gedung bagian atas dengan pintu. Karena itu, mereka harus membuat tiga atau dua pintu tersebut dengan posisi zig-zag dan sambungan penutup gedung yang lurus dengan pintu harus digeser. Atau bisa juga dengan menggeser pintu jika penutup gedung sudah terpasang dan sulit diubah.

Pada zaman dahulu, rumah-rumah kuno di Madura menggunakan saka guru di masing-masing sudutnya. Rumah-rumah ini sering disebut sebagai rumah pecinan. Untuk bangunan semacam ini, saka tersebut tidak bisa sembarang kayu. 

Jika ada kayu beruas dan ruasan paling bawah setinggi pinggang, jangan sekali-kali menggunakannya untuk penyangga atap rumah. Menurut keyakinan orang Madura, hal itu akan membuat rumah sering dipindah-pindah oleh penghuninya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama